var no = 8; var speed = 15; var snowflake = "https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBFT4OlrD__Q32buURVPGOhEY6QbI2Y_khGyLDMV3LgbH8oFsuh88i0d6j9Bo3qKoKDT76CpsR0VlAYI5v3BB7rqkHpPX4DFW2h525v-9uaxlrRh-RdEh8nCUYHV5xaH1p800FwF_0eeE/s200/Hawk_Animation.gif";

Sabtu, 01 September 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERSENSITIVITAS.



Pendahuluan:
·        Reaksi hipersentifitas artinya reaksi imun yang belebihan (hiper= lebih),
·        Biasanya juga disebut sebagai alergi.
·        Reaksi hipersentifitas dapat terjadi bila jumlah antigen yang masuk relative banyak atau bila status neurologik seseorang baik selular maupun humoral meningkat.
·        Reaksi ini tidak pernah timbul pada pemaparan pertama dan merupakan cirri khas individu bersangkutan.

Coomb dan Gell membagi reaksi hipersentifitas menjadi empat golongan yaitu:
1.    Reaksi tipe I  (reaksi anafilaktik)
2.   reaksi tipe II (reaksi sitotoksik)
3.   Reaksi tipe III ( immunocompleks mediated)
4.   Reaksi tipe IV (delayed type hypersensitivity)
@ Reaksi tipe I
·        Reaksi tiep I ad: reaksi imunologik yang cepat yang terjadi dalam beberapa menit sesuadh terjadi kombinasi antigen yang melekat pd sel mast atau basofil pd individu yang sebelumnya telah disensitasi dgn antigen.
·        Antibody yang berperan pd reaksi tipe I ini adalah immunoglobulin E (IgE).
·         Reaksi tipe I bisa sistemik dan dapat pula local.
·        Reaksi sistemik ® sesudah pemberian antigen secara parenteeral. Antigen itu bisa protein asing, misalnya hormone, enzim, atau obat-obatan misalnya penicillin. Beratnya reaksi tergantung pd derajat sensitasi orang yang menerima antigen tersebut. Dosis yang menyebabkan syok bisa kecil sekali, misalnya saja pd saat melakukan skin test. Dlm beberapa menit bisa terjadi sesak nafas, edema laryns, tekanan darah menurun dan akhirnya meninggal.
·        Reaksi local biasanya disenut atopik dermatitis.
·        Pd penderita atopik allergi ® immunoglobulin E lebih tinggi dibandingkan org normal.
·        Reaksi local biasanya berupa allergi kulit, konjungtifitis, asthma bronchial, dan gastroenteritis, dan allergen biasanya berupa serbuk bunga, bulu binatang, debu rumah, ikan dan lainnya.
·        Reaksi local umumnya berjalan dlm 2 fase ®fase permulaan terjadi vasodilatasi, kebocoran pembuluh darah “vascular lekage”,  dan tergantung pd lokasi reksi, bisa terjadi kontraksi otot polos atau  sekresi kelenjar. Keadaan ini biasanya muncul 15 – 30 mnt sesudah kontak dgn allergen dan biasanya menghilang sesudah 60 mnt.
·        Pada fase berikutnya terjadi 2 – 8 jam sesudah kontak antigen dan tdk perlu lagi kontak baru dgn antigen dan fase ini bisa berjalan beberapa jam, dimana terjadi infiltrasi eosinofil, neutrofil, basofil dan monosit yang lebih padat dan bisa terjadi kerusakan jaringan berupa kerusakan epitel mukosa. Pada fase kedua ini bisa berlangsung beberapa hari.
·        Mediator pada pada reaksi tipe I ada dua jenis yaitu: ® mediator primer dan mediator sekunder.
·        Mediator primer ®terdpt dlm granul sel mast, t.d histamine, adenosine. Khemotactic factor.

·        Mediator sekunder ® leukotrin ® merupakan vasoaktif dan spasmogenik yang sangat poten. Sifatnya sangat kemoktaktik thdp eosinofil, netrofil dan monosit.

@. Reaksi tipe II (reaksi sitotoksik)
·        dilaksanakan oleh antibody dan antigen yang ada pada permukaan sel atau komponen jaringan lain.
·        Reaksi ini bisa terjadi karena terjadai pembentukan antibody thdp antigen pada permukaan sel.  Pada paparan berikutnya maka antibody yang biasanya IgG atau IgM akan bereaksi thdp antigen pd permukaan sel.
·        Melalui berbagai proses imunologik maka akhirnya terjadi nekrosis atau lisis dari sel.
·        Keadaan ditemukannya reaksi tipe II adalah reaksi transfusi, autoimmune hemolitik anemia, miastenia grafis.

@ Reaksi  tipe III
·        reaksi diinduksi kompleks antigen antibody yang menyebabkan kerusakan jaringan sebagai akibat kemampuan untuk mengaktifkan mediator serum terutama komplemen.
·        Antigen bisa berasal dari luar seperti protein asing, bakteri atau vius. Akan tetapi bisa juga berasal dari dlm tubuh sendiri.
·        Proses terjadinya reaksi tipe 3, terjadi dlm 3 fase, yaitu fase pembentukan Ag-AB kompleks, fase deposisi antigen antibody kompleks, dan fase ketiga terjadinya reaksi imflamasi.

@ Reaksi tipe IV
·        Reaksi tipe IV dilakukan oleh sel T yang telah disensitasi.
·        Reaksi ini biasa terjadi pd bakteri intraselluler, misalnya M. TBC, virus, jamur, dan parasit.
·        Contoh reaksi tipe iv adalaah reaksi tuberculin, y.i suatu test utk mengetahui apakah telah pernah disuntikkan protein lipopolysakarida dari M. TBC. Seudah disuntikkan , maka bila oknum itu telah pernah disentasi dgn kuman TBC, maka akan terjadi indurasi, yang mencapai makimal sesudah 24 sampai 72 jam.



@. Pengkajian.
Pengkajian pasien dengan alergi, diperlukan data dasar yang lengkap. Termasuk riwayat pasien yang lengkap, pemeriksaan fisik, diagnostic test dan skin test terhadap allergen.

@. Riwayat kesehatan.
-  Riwayat kesehatan mencakup riwayat keluarga yang mengalami alergi, alergi pd saat ini, faktor sosial dan lingkungan. Informasi dapat diperoleh dari pasien.
-  Riwayat keluarga, termasuk informasi tentang reaksi atopik termasuk informasi ttg reaksi atopik, terutama penting faktor resiko npada pasien. Gangguan tertentu manifestasi klinik, dan penyebarannya harus dikaji
-  Riwayat alergi pd masa lalu dan saat ini harus dicatat, mengidentifikasi allergen yang memicu reaksi adalah penting utk mengontrol rreaksi alergi. Menentukan waktu utk riwayat alergi yang diderita masa lalu, hal ini dpt membantu menentukan allergen. Informasi juga dapat diperoleh tentang obat yang pewrnah digunakan dengan riwayat alergi.
-  Manifestasi klinik akibat reaksi alkergi misalnya jika pasien wanita, kaji riwayat hamil, menstruasi atau menopause.
-  Kaji keadaan lingkungan, pertanyaan yang berhubungan dgn pepohonan, binatang, polusi udara atau ditempat pekerjaan, juga makanan atau obata-obatan lainnya yang berhubungan dgn pola hidup dan tingkat stress dapat dipandang sebagai zat allergen dlm timbulnya alergi.

@. Pemeriksaan Fisik.
-      Pemeriksaan secara menyeluruh pd pasien alergi, terutama berikan perhatian pd masnifestasi alergi, pengkajian menyeluruh meliputi subyektif dan obyektif, misalnya gangguan pernafasan yang berlulang; batuk, sesak nafas, batuk, sputum kental, stridor, reaksi pengobatan, intoleransi makanan, muntah, diare, gatal, kemerahan pd kulit. Macula. Papula, vesikel, bulla, iritasi, konjungtifitis, lakrimasi, pengobatan berkurang, infeksi telinga, rhinitis, filek dan lain-lain.
@. Diagnostik Test.
-          ketidak normalan dari limfosit, eosinofil, immunoglobin, juga pemeriksaan darah dan test serologis. Jumlah esinofil meningkat tipe I termasuk Ig E, test allergen. Test kapasitas vital paru, volume pernafasan.
@. Penatalaksanaan medik.
-  Disamping pengobatan pentingnya menghindari allergen bila sudah diketahui akan tetapi mengetahui jenis allergen kadang sangat kulit.
-  Antihistamin, digunakan untuk pengobatan menghilangkan gejala dan mengurangi kongesti hidung, kortikosteroid, anti imflamasi dapat digunakan pada gejala yang berhubungan dengan alergi.
-                  Prinsip uatama dalam penanganan pada reaksi anafilaktif :
1.        kenali tanda dan gejala anafilaktik
2.       pertahankan jalan nafas bebas
3.       cegah penyebaran allergen dengan menggunakan turniket
4.       berikan pengobatan
5.               tangani syok.
-  Jika terjadi pruritus dan urtikaria  dapat dikontrol dengan pemberian epinefrin 0,2 sampai 0,5 diencerkan 1 : 1000, berikan secara subcutan setiap 20 menit atau sesuai dengan petunjuk protocol.
-  Jika terjadi hipoksia dapat dipertimbangkan pemberian O2 atau pemasangan ETT guna pemenuhan kebutuhan oksigen
-  Jika terjadi hipovolemik dapat diberikan cairan intravena/infuse.
-  Kortikosteroid spray sangat efektif mengurangi gejala rhinitis alergi.
-  Penanganan pada dermatitis kontak, pendidikan ditujukan terutama perawatan kulit, pencegahan infeksi yang terjadi pada kulit, dan peningkatan kenyamanan .  Pendidikan antara lain:
1.     untuk peningkatan penyembuhan luka sebaiknya luka terkena langsung udara dan matahari.
2.    hindari kontak langsung dengan orang yang menderita penyakit infeksi
3.    gunakan pencahayaan, jangan gunakan pakaian berbulu, hindarai iritasi pada area kulit. Hindarai menggunakan pakaian wool karena dapat mengiritasi kulit da meningkatakan produksi panas yang dapat merangsang timbulnya gatal-gatal.
4.    hindarai paparan panas atau dingin yang berlebihan.
5.    saat mandi, gunakan sabun yang tidak iritan
6.    pertahankan lingkungan yang sejuk guna mencegah pruritus.
7.    potong kuku untuk mencegah risiko kerusakan kulit akibat garukan.

@. Diagnosa Keperawatan.
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme atau edema laring.
Tujuan: pertahankanjalan nafas tetap bebas .
Intervensi:
-      Tempatkan klien pada posisi fowler atau semi fowler (posisi ini memungkinkan ekspansi paru optimal dan bernafas lebih mudah).
-      Berikan oksigen per nasal 2 – 4 L/mnt( tindakan ini meningkatakan peningkatan oksigen pada alveolus dan tersedianya oksigen yang cukup pada sel tubuh).
-      Kaji jalan nafas melalui observasi frekwensi nafas dan pola nafas, tingkat kesadaran, penggunaan otot asesoris pada saat bernafas, gerakan dinding dada, suara stridor, auskultasi bunyi nafas tambahan misalnya adanya wheezing. (cemas yang berlebihan atau agitasi, stridor, menurunnya bunyi napas sebagai indikasi iar hunger dan kemungkinan terjadi terjadi sumbatan jalan napas,shg perlu penanganan segera.
-      Pasang endotracheal intubasi (sesuai petunjuk) bila ada indikasi.
-      Berikan epineprin 1:1000, 0,3 sampai 0,5. Dapat diulangi 20 sampai 30 menit bila diperlukan. Berikan suntikan diphenhydramine (IM yang dalam atau intra vena) sesuai petunjuk. Epineprin berpengaruh vasokontriksi bronchodilator dan menghambat pengaruh histamine. Diphenhydramine adalah antihistamin yang memblok receptor histamine dan pengaruhnya. Obat ini diperlukan secara cepat danefektif untuk manifestasi anflatik.
2.  Penurunan curah jantung b/d vasokinriksi perifer dan peningkatan permabialitas kapiler.
Tujuan : Curah jantung kembali normal
Intervensi :
-      Monitor tanda-tanda vital sesering mungkin.
-      Kaji warna kulit, tempratur pengisian kapiler,edema dan indicator lain adanya gangguan perfusi perifer.
-      Monitor tingkat kesadaran klien.
-      Berikan cairan infuse seperti ringer laktat atau NaCl 0,9% sesuai petunjuk.
-      Pasang indwelling kateter dan monitor output urine (penurunan curah jantung dan GFR digambarkan dengan berkurangnya produk urine. Jika out put kurang dari 30 ml perjam beresiko mengalami gagal ginjal akut akibat adanya iskemia).
-      Bila perlu tempatkan klien pada posisi datar dengan bagian tungkai ditinggikan, posisi ini dapat meningkatkan perfusi pada organ sentral yaitu oyak, jantung dan ginjal.

Diagnosa keperawatan lainnya yang berhubungan dsengan reaksi hipersensitivitas  termasuk :
1.    Resiko gangguan berfikir berhubungan dengan penurunan darah cerebral.
2.   Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas.
3.   Kecemasan berhubungan dengan kesulitan bernapas
4.   Gangguan citra tubuh berhubungan dengan respon hipersensitivitas.

          
                                 

Jumat, 31 Agustus 2012

Pemeriksaan fisik (Head to Toe)


PENILAIAN KETERAMPILAN NEUROLOGIS
REFLEKS TENDON/FISIOLOGIS
1.      Refleks Biseps (N. Muskulokutaneus, C 5-6 )
a.       Menerangkan tujuan pemeriksaan
b.      Meminta penderita untuk duduk dengan santai/jika tidak dibaringkan
c.       Meletakkan lengan penderita di atas paha penderita dalam posisi pronasi
d.      Jika posisi penderita dalam posisi baring, lengan ditaruh di atas bantal, lengan bawah dan tangan di atas abdomen
e.       Taruh ibu jari pemeriksa di atas tendon biseps, tekan jika perlu untuk meyakinkan tegangan otot optimal, sebelum mengetok
f.       Memukul biseps
g.      Terjadi gerakan menyentak dari kontraksi biseps
2.      Refleks Triseps
a.       Menerangkan tujuan pemeriksaan
b.      Meminta penderita untuk duduk dengan santai/jika tidak dibaringkan
c.       Meletakkan lengan penderita di atas paha penderita dalam posisi pronasi
d.      Menempatkan lengan bawah penderita dalam posisi antara fleksi dan ekstensi
e.       Meminta penderita untuk merilekskan lengan bawah
f.       Meraba triseps untuk memastikan bahwa otot tidak tegang
g.      Memukul tendo triseps yang lewat di fossa olecrani
h.      Terjadi gerakan menyentak dari kontraksi biseps
3.      Refleks Brakhioradialis
a.       Menerangkan tujuan pemeriksaan
b.      Meminta penderita untuk duduk dengan santai/jika tidak dibaringkan
c.       Meletakkan lengan penderita di atas paha penderita dalam posisi pronasi
d.      Jika posisi penderita dalam posisi baring, lengan ditaruh di atas bantal, lengan bawah dan tangan di atas abdomen
e.       Ketok perlahan bagian distal radius kira-kira 5 cm di atas pergelangan tangan sambil mengamati dan merasakan adanya kontraksi
4.      Refleks Lutut, kuadriseps femoris
a.       Menerangkan tujuan pemeriksaan
b.      Meminta penderita untuk duduk dengan santai/jika tidak dibaringkan
c.       Kaki tergantung rileks di tempat tidur
d.      Jika posisi penderita dalam posisi baring, tangan atau lengan bawah ditaruh di bawah lutut penderita
e.       Fleksikan sendi lutut tersebut kira-kira 20 derajat, sedangkan tu,it pasien harus tewtap berada di atas tempat tidur, jika perlu tangan penderita dapat diganti bantal agar kontraksi otot di samping dapat terlihat dapat diraba pula
f.       Ketok di atas tendon lutut bergantian kanan dan kiri
PENILAIAN KETERAMPILAN NEUROLOGIS
REFLEKS PATOLOGIS
1.      Refleks Cahddock
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Menggoreskan bagian bawahdari maleolus lateral kaki kea rah depan
  3. Tanda positif jika terjadi dorsofleksi dari ibu jari kaki dan biasa disertai dengan pemekaran jari-jari kaki
2.      Refleks Oppenheim
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Urutkan tulang tibia dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah mulai dari lutut menyusur ke bawah
  3. Tanda positif jika terjadi dorsofleksi dari ibu jari kaki dan biasa disertai dengan pemekaran jari-jari kaki
3.      Refleks Hoffman
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Petikkan kuku jari telunjuk atau jari tengah (pada jari tangan)
  3. Tanda positif jika timbul gerakan mencengkram pada tangan
4.      Refleks Babinsky
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Dengan sebuah benda yang berujung agak tajam seperti kunci, digoreskan pada telapak kaki dari arah tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari kaki
  3. Tanda positif jika terjadi dorsofleksi dari ibu jari kaki dan biasa disertai dengan pemekaran jari-jari kaki
PENILAIAN KETERAMPILAN NEUROLOGIS
KOORDINASI
1.      Test hidung jari-hidung
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Pasien menunjuk hidungnya sendiri
  3. Kemudian menunjuk jari pemeriksa secara bergantian, jari telunjuk pemeriksa berpindah-pindah posisi selama test berlangsung
  4. Klien diminta untuk melakukan gerakan ini secara berlahan kemudian makin cepat dan sebaliknya
  5. Test dilakuakn untuk tangan kanan dan kiri
2.      test hidung jari sambil tutup mata
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Pasien disuruh menunjuk hidungnya sendiri sambil matanya ditutup
  3. Kemudian menunjuk jari sendiri secara bergantian, jari telunjuk klien berpindah-pindah posisi selama test berlangsung
  4. Klien diminta untuk melakukan gerakan ini secara berlahan kemudian makin cepat dan sebaliknya
  5. Test dilakuakn untuk tangan kanan dan kiri
3.      test supinasi-pronasi 5 x
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Dalam sikap duduk pasien disuruh meletakkan tangan di bagian atas bagian distal paha
  3. Mula-mula secara pronasi (telapak tangan ke bawah), lalu supinasi (telapak tangan ke atas)
  4. Klien diminta untuk melakukan gerakan ini secara berlahan kemudian makin cepat dan sebaliknya
  5. Test dilakuakn untuk tangan kanan dan kiri
4.      test tumit lutut 5 x
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Dalam sikap berbaring klien disuruh meletakkan tumit kiri di atas lutut kanannya
  3. Kemudian menggerakkan tumit tersebut meyusuri tulang tibia kea rah distal sampai dorsum kaki dan ibu jari kaki
  4. Klien diminta untuk melakukan gerakan ini secara berlahan kemudian makin cepat dan sebaliknya
  5. Dapat pula gerakan ini dilakukan berlawanan arah dari bawah ke atas
  6. Test dilakuakn untuk tangan kanan dan kiri
PENILAIAN KETERAMPILAN NEUROLOGIS
TANDA-TANDA PERADANGAN SELAPUT OTAK
1.      Kaku kuduk
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Baringkan klien secara terlentang
  3. Lakukan pergerakan pasif secara tiba-tiba, berupa fleksikan leher
  4. Lakukan gerakan untuk ekstensi kepala
  5. Lakukan juga untuk rotasi kepala
  6. Positif jika terdapat kekakuan danj tahan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala
2.      Tanda kernig
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Baringkan klien secara terlentang
  3. Fleksikan sendi panggul lalu ekstensikan sendi lutut sejauh mungkin
  4. Jangan dipaksakan jika klien terlihat wajah meringis
  5. Positif jika ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 derajat, disertai spasme otot paha dan biasanya diikuti rasa nyeri
  6. Lakukan penilaian dikedua sisi
3.      Tanda Laseque
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Baringkan klien secara terlentang
  3. Fleksikan sendi panggul saat tungkai dalam keadaan ekstensi
  4. Selama dalam keadaan fleksi sendi panggul, tanyakan pada klien apakah ia merasa nyeri dan dimana nyeri itu terjadi
  5. Positif jika timbul nyeri lekuk isciadicus/adanya tahanan pada waktu difleksikan kurang dari 60 derajat
  6. Lakukan penilaian dikedua sisi
4.      Brudisky leher
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Baringkan klien secara terlentang
  3. Pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan trangan kanannya di atas dada klien
  4. Lakukan fleksi kepala dengan cepat kea rah dada sejauh mungkin
  5. Tanda positif jika terjadi involunter di kedua tungkai
  6. Jika terjadi hemiplegia maka fleksi hanya tampak pada tungkai yang tidak fleksi












5.      Brudisky kontra lateral    
  1. Menerangkan tujuan pemeriksaan
  2. Baringkan klien secara terlentang
  3. Fleksikan sendi panggul lalu ekstensikan sendi lutut sejauh mungkin
  4. Jangan paksakan klien jika terlihat wajah meringis
  5. Tanda positif jika fleksi envolunter pada sendi panggul dan lutut kontra lateral (lebih jelas terlihat pada sendi lutut sesisi dalam posisi ekstensi)
  6. Lakukan penilaian di kedua sisi