var no = 8; var speed = 15; var snowflake = "http://1.bp.blogspot.com/-QyDjZOQUP2k/Tr0_81nF4bI/AAAAAAAAAbQ/p2FXOTSLxRc/s200/Hawk_Animation.gif";

Kamis, 10 Mei 2012

Penyakit Jantung Rematik (PJR)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Aspek-Aspek Dari Penyakit Jantung Rematik itu ?
2.      Bagaimanakah Konsep keperawatan Penyakit Jantung Rematik itu ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mampu Memahami Tentang Aspek-Aspek Dari Penyakit Jantung Rematik
2.      Mampu Memahami Tentang Konsep keperawatan Penyakit Jantung Rematik

  
BAB II
PEMBAHASAN
I.              TINJAUAN TEORI
A.    Defenisi
Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
B.     Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain :
1.      Terdapat riwayat demam rematik dalam keluarga
2.      Umur
DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun.
3.      Kedaan social
Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik.

4.      Musim
Di Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus – September.
5.      Dsitribusi daerah
6.      Serangan demam rematik sebelumnya.
 Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dgn Streptococcus beta hemolyticus grup A .                                                                                                                                    
C.    Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
D.    Manifestasi Klinik
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.
1.      Manifestasi Mayor
ü Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
ü Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
ü Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
ü Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
2.      Manifestasi Mino
Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
3.      Pemeriksaan Diagnostik/peninjang
a. Pemeriksaan darah
Ø LED tinggi sekali
Ø Lekositosis
Ø Nilai hemoglobin dapat rendah
b. Pemeriksaan bakteriologi
Ø Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
Ø Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
4.      Pemeriksaan radiologi
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
E.     Diagnosi
Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi. Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.

F.     Komplikasi
1.      Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.
2.      Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
G.    Pengobatan/penatalaksanaan
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
1.      Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
2.      Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
3.      Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
4.      Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
5.      Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.


II.         KONSEP KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
v Lakukan pengkajian fisik rutin
v Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden.
v Observasi adanya manifestasi demam rematik.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
2.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
3.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
C.    Rencana Keperawatan
1.      Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi & Rasional
Ø Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.
Ø Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
Ø Seringkali diambil strip irama EKG
Ø Jamin masukan kalium yang adekuat
Ø Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
Ø Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi dapat meningkatkan curah jantung
Ø Untuk mencegah terjadinya toksisitas
Ø Mengkaji status jantung
Ø Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
2.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
Ø Kaji saat timbulnya demam
Ø Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
Ø Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
Ø Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
Ø Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
Ø Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
Ø Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
Ø Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
Ø Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
Ø Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga
Ø Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
Ø Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
Ø Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Ø Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
Ø Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal
3.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
·         Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
·         Intervensi Rasional
Ø Kaji faktor-faktor penyebab
Ø Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
Ø Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan
Ø Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
Ø Ukur BB setiap hari
Ø Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Ø Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
Ø Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
Ø Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
Ø Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
Ø BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
Ø Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
4.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
Ø Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
Ø Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
Ø Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
Ø Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga)
Ø Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat
Ø Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami
Ø Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi
Ø Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal
Ø Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
Ø Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri
Ø Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik

  
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.

1.      Tanda dan Gejala Penyakit Jantung Rematik
Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.
2.      Penegakan Diagnosis Penyakit Jantung Rematik
Selain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari fisik, umumnya dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin, ASTO, CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung
3.      Pengobatan Penyakit Jantung Rematik
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin.
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
4.      Pencegahan Penyakit Jantung Rematik
Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus).
Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.
B.     Saran
Kami dari penulis menyarankan kepada para pembaca bahwa kami dari penulis menerima dengan lapang dada segala kritikan dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini
Kami dari pemakalah juga menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak hanya mengambil satu reperensi dari makalah ini saja dikarenakan kami dari penulis menyadari bahwa makalah ini hanya mengambil reperensi dari beberapa sumber saja


DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Penerbit Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
http://obat-alami.com/tag/askep-penyakit-jantung-rematik Diunduh tanggal 24 Maret Jam 17.15 WITA












Anemia pada ibu hamil


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007).
Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2008).
Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan lingkungan.
Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host). Menurut WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL (Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb kurang dari 10,5 mg/dL (Lee,2004).
Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.
B.     Rumusan Masalah
Agar Pembahasan dari makalah ini tidak melebar dan pembahasannya tetap berkonsentrasi pada satu bahan judul maka kami dari pemakalah perlu menetapkan rumusan masalah yang akan di bahas :
1.              Defenisi Penyakit Anemia Pada Ibu Hamil
2.              Klasifikasi Anemia Pada Ibu Hamil
3.              Etiologi Anemia Pada Ibu Hamil
4.              Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
5.              Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil
6.              Penanganan  Anemia Pada Ibu Hamil



C.    Tujuan  Penulisan:
Pembaca mampuh memahami:
1.              Defenisi Penyakit Anemia Pada Ibu Hamil
2.              Klasifikasi Anemia Pada Ibu Hamil
3.              Etiologi Anemia Pada Ibu Hamil
4.              Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
5.              Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil
6.              Penanganan  Anemia Pada Ibu Hamil

D. Manfaat  Penulisan
Pembaca  di harapkan :
1.              Mampu Memahami Defenisi Penyakit Anemia Pada Ibu Hamil
2.              Mampu Memahami Klasifikasi Anemia Pada Ibu Hamil
3.              Mampu Memahami Etiologi Anemia Pada Ibu Hamil
4.              Mampu Memahami Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
5.              Mampu Memahami Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil
6.              Mampu Memahami Penanganan  Anemia Pada Ibu Hamil




BAB II
PEMBAHASAN
A.                KONSEP PENYAKIT
1.              Defenisi Penyakit Anemia Pada Ibu Hamil
Anemia, perkataan yang berasal daripada bahasa Greek (Ἀναιμία) yang membawa pengertian "tiada darah", merujuk kepada kekurangan sel darah merah(RBC) dan/atau hemoglobin. Ini mengurangkan keupayaan darah untuk memindahkan oksigen ke tisu-tisu, dan mengakibatkan hipoksia; oleh sebab semua sel manusia bergantung kepada oksigen untuk hidup, tingkatan-tingkatan anemia yang berbeza-beza menimbulkan pelbagai
masalah. Hemoglobin (proteinyang membawa oksigen di dalam sel darah merah) harus hadir untuk memastikan pengoksigenan yang mencukupi bagi semua tisu dan organ badan.
Tiga kelas anemia yang utama termasuk:
1.     kehilangan darah akut (mendadak) yang berketerlaluan (genting seperti dalam kes pendarahan akibat kecelakaan, atau kronik (melalui kehilangan darah isi padu rendah dalam jangka masa lama);
2.     pemusnahan sel darah yang berterlaluan (hemolisis); dan
3.     pengeluaran/penghasilan sel darah merah yang kurang (hematopoiesis yang tidak berkesan).
Bagi wanita-wanita yang datang haid, kekurangan ferum dalam diet merupakan satu sebab yang umum untuk kekurangan pengeluaran sel darah merah.
Anemia merupakan gangguan darah yang paling biasa. Terdapat berbagai-bagai sebab yang mendasari anemia. Anemia boleh digolongkan melalui berbagai-bagai cara, berdasarkan morfologi atau bentuk sel darah merah, mekanisme etiologi, dan simptom klinikal yang boleh dikesan, antara lain.
Adanya dua pendekatan utama untuk mengelaskan anemia, iaitu pendekatan "kinetik" yang melibatkan penilaian pengeluaran, pemusnahan, dan kehilangan sel darah merah, [1] serta pendekatan "morfologi" yang mengelaskan anemia mengikut saiz sel darah merah. Pendekatan morfologi mempergunakan satu ujian makmal yang murah dan mudah didapati (min isi padu korpuskel, MCV) sebagai titik permulaannya. Sebaliknya, menumpukan perhatian pada persoalan pengeluaran pada peringkat awal membenarkan seseorang doktor untuk mendedahkan kes-kes anemia yang diakibatkan oleh berbilang sebab dengan lebih cepat.
2.      Klasifikasi Anemia Pada Ibu Hamil
Berdasarkan morfologi
ü  Anemia normasitik normakrom : ukuran dan kadar Hb normal, tetapi kehilangan darah secara akut
ü  Anemia makrositik normakrom : gangguan pada DNA
ü  Anemia mikrositik hipokrom : insufisiensi sintesis hem (besi) dan gangguan sintesis globin
ü  Berdasarkan etiologi
1.      Pendarahan
2.      Penurunan pembentukan sel darah
3.      Komplikasi
Komplikasi anemia meliputi :
ü  Gagal jantung
ü   Parestesia
ü  Kejang
3.      Etiologi Anemia Pada Ibu Hamil
Kurangnya mengkonsumai zat besi atau rendahnya kadar zat besi pada makanan, merupakan faktor utama penyebab anemia pada ibu hamil. Padahal, saat seorang perempuan hamil dan seiring bertambahnya usia kehamilan, semakin tinggi pula kebutuhan zat besi.
Itulah kenapa pada perempuan hamil, risiko anemia tetap tinggi. Sebagian gambaran bisa kita lihat kebutuhan zat besi ibu hamil setiap trimesternya berbeda-beda.
ü Pada trimester pertama kebutuhan zat besi sekitar 1 mg/hari.
ü Pada trimester kedua kebutuhan zat besi meningkat menjadi 5 mg/hari.
ü Pada trimester ketiga kebutuahn zat besi meningkat lagi menjadi 115 mg/hari.
Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan, Unicef, dan Institut Pertanian Bogor diperoleh data bahwa zat besi pada ibu hamil yang menyebabkan angka anemia ibu hamil, ternyata terkait pula dengan kondisi sosial budaya yang berkembang di masyarakat. Misalnya saja hal yang tabu untuk mengkonsumi makanan tertentu, kekurangan airdan kurangnya persediaan pangan.
Anemia terutama pada ibu hamil akibatnya akan sangat mengerikan. Anemia pada ibu hamil bisa menyebabkan keguguran, perdarahan sebelum dan waktu melahirkan, berat bayi lahir rendah, bahkan bisa menjadi penyebab utama kematian ibu dan bayi.
Data angka kematian ibu di Indonesia sampai sekarang masih tinggi yaitu sekitar 343 per seratus ribu kelahiran hidup. Atau dengan kata lain setiap seratus ribu perempuan yang melahirkan dalam satu tahun, berakhir dengan kematian sebanyak 343 orang perempuan. Dan menurut informasi dari Direktorat Kesehatan Keluarga, yang menjadi penyebab tingginya angka kematian itu adalah anemia.
Itulah sebabnya, menanggulangi anemia pada ibu hamil merupakan bagian utama dan tidak bisa dipisahkan ari program perbaikan gizimasyarakat.
4.              Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
Banyak perempuan tidak menyadari bahwa dirinya mengalami anemia selama kehamilan. Tidak jarang perempuan dengan anemia yang ringan tidak memperhatikan adanya gejala atau tanda kekurangan zat besi. Beberapa gejala atau tanda anemia antara lain:
ü  Lelah, pusing, dan lemah
ü  Terlihat pucat, terutama pada bibir, kuku jari, dan di bawah lingkaran mata.
ü  Sesak napas
ü  Kesulitan berkonsentrasi
ü  Jantung berdebar-debar
ü  Denyut jantung cepat
Untuk memastikan bahwa gejala-gejala tersebut memang tanda terserang anemia – terutama pada ibu hamil – segeralah memeriksakan diri kepada petugas kesehatan sebelum gejala-gejala tersebut bertambah parah. Dengan lebih cepat ditangani, maka risiko paling buruk pun bisa segera dihindari.
Dalam penanggulangan anemia, terutama dengan memperhatikan risiko yang diakibatnya, maka anemia pada ibu hamil sejauh ini mendapat prioritas utama. Setelah itu, barulah perempuan yang telah melahirkan terutama dalam rentang masa nifas. Berikutnya adalah kepada balita. Sejauh ini, angka penderita anemia balita ini cukup tinggi, sekitar 55,5%. 
Usia anak sekolah atau anak-anak dengan rentang usia 6-12 tahun adalah prioritas selanjutnya. Angka penderita anemia pada usia anak sekolah ini berkisar antara 24-35%, sedangkan pada remaja putri pada rentang usia 12-18 tahun dan wanita usia subur juga mendapat perhatian serius terutama dalam mempersiapkan kehamilan.
5.              Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah karena perubahan sirkulasi yg makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron.
6.              Penanganan  Anemia Pada Ibu Hamil
untuk Ibu yang sedang hamil memang sangat rentan terhadap serangan penyakit anemia karena saat hamil terjadi peningkatan volume darah sehingga sel darah merah relatif menjadi lebih rendah. Selain itu, berkurangnya asupan makanan karena mual dan muntah serta risiko perdarahan pada waktu persalinan juga akan meningkatkan risiko anemia.
Adapun beberapa cara agar ibu hamil tidak terkena Anemia pada ibu hamil,
ü  Lakukan Pemeriksaan Hitung Darah Lengkap
Untuk mengetahui terkena Anemia atau tidak, segera lakuakan pemeriksaan hitung darah lengkap (complete blood count). Jika sel darah merah rendah (kehamilan mengalami anemia), wanita hamil membutuhkan suplemen tambahan untuk memastikan perkembangan bayi yang sehat. Segera cari cara terbaik untuk menangani Anemia.
ü  Konsultasikan Pada Dokter
Periksa kondisi kandungan dan kesehatan tubuh pada dokter. Jika saat kehamilan mengalami tanda-tanda Anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk menanganinya. Biasanya dokter akan memberi resep obat atau melakukan penanganan anemia, bisa dilakukan secepat mungkin atau menunggu setelah proses melahirkan.
ü  Mengurangi Pola Diet
Kurangi proses diet saat kehamilan, karena perubahan pola makan dapat berdampak pada jumlah sel darah merah. Asam folat dan vitamin C bisa membantu mengaktifkan zat besi dalam aliran darah dan konsumsi makanan seperti daging, biji-bijian, tahu yang kaya zat besi.
ü  Anemia tidak bisa dibiarkan begitu saja, tentunya sangat diperlukan penanganan dan pengobatan yang tepat. Seimbangan pola hidup anda agar tubuh selalu sehat selama menjalani kehamilan, disarankan untuk memperbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan zat besi dalam tubuh.
7.              Pemeriksaan Anemia Pada Ibu Hamil
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan, dapat dilakukana anamnesis. Pada anamnesis akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah yang lebih hebat pada kehamilan muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli. Dari hasil pemeriksaan Hb dengan alat Sahli, kondisi Hb dapat digolongkan sebagai berikut:
1.      Hb 11 gr%        tidak anemia
2.      Hb 9-10 gr%  anemia ringan
3.      Hb 7-8 gr%    anemia sedang
4.      Hb < 7 gr%     anemia berat
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan trimester ke III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, perlu dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak  90 tablet pada setiap ibu hamil di puskesmas.
Oleh sebab itu sebaiknya ibu hamil segera melakukan tindakan dan pemeriksaan apabila didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah sehingga tidak sampai terjadi anemia berat. Dan untuk menghindari terjadinya anemia, sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data-data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut.

B.               TINJAUAN ASKEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI

  1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluru
Pengkajian pasien dengan anemia meliputi :
Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
Aktifitas / Istirahat
  • Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
  • Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
Sirkulasi
  • Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
  • Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
Integritas ego
  • Ø Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,     misalnya penolakan transfusi darah.
  • Ø Tanda : depresi.


Eleminasi
  • Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
  • Tanda : distensi abdomen.
Makanan/cairan
  • Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
  • Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
Neurosensori
  • Ø Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
  • Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
Nyeri/kenyamanan
  • Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
Pernapasan
  • Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
  • Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
Keamanan
  • Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
  • Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
Seksualitas
  • Ø Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
  • Ø Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
             Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

  1. INTERVENSI/IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia adalah :
1). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi :
  1. Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan. keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
  1. Kaji kehilangan atau gangguan
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
  1. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
  1. Berikan lingkungan tenang, batasi
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
  1. Gunakan teknik menghemat energi, terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
    Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan
2).  Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi :
             a.Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh
                Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial
             b.Berikan perawatan kulit, perianal dan
                                 Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
       c.Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
         Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi
d.Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau  tanpa demam.
  Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan. sistemik (kolaborasi).
              e.Berikan antiseptic topical ; antibiotic
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan    kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
3).  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
tidak mengalami tanda mal nutrisi.
Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi pasien.
b. Observasi dan catat masukkan makanan
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
c. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
d. nutrisi. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
e. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
f. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
g. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
4). Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : – menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi :
a. tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
c. Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
d. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
 pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
e. Kolaborasi pengawasan hasil
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
5). Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
mengidentifikasi factor penyebab.
Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi :
a. Berikan informasi tentang anemia
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
b. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
 penyakitnya.
c. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
d. Berikan penjelasan pada klien tentang memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
f. Minta klien dan keluarga mengulangi
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1). pasien dapat mempertahankan / meningkatkan ambulasi/aktivitas.
2). infeksi tidak terjadi.
3). kebutuhan nutrisi terpenuhi.
4). Peningkatan perfusi jaringan.
5). Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Anemia, perkataan yang berasal daripada bahasa Greek (Ἀναιμία) yang membawa pengertian "tiada darah", merujuk kepada kekurangan sel darah merah(RBC) dan/atau hemoglobin. Ini mengurangkan keupayaan darah untuk memindahkan oksigen ke tisu-tisu, dan mengakibatkan hipoksia; oleh sebab semua sel manusia bergantung kepada oksigen untuk hidup, tingkatan-tingkatan anemia yang berbeza-beza menimbulkan pelbagai
masalah. Hemoglobin (proteinyang membawa oksigen di dalam sel darah merah) harus hadir untuk memastikan pengoksigenan yang mencukupi bagi semua tisu dan organ badan.
Tiga kelas anemia yang utama termasuk:
4.     kehilangan darah akut (mendadak) yang berketerlaluan (genting seperti dalam kes pendarahan akibat kecelakaan, atau kronik (melalui kehilangan darah isi padu rendah dalam jangka masa lama);
5.     pemusnahan sel darah yang berterlaluan (hemolisis); dan
6.     pengeluaran/penghasilan sel darah merah yang kurang (hematopoiesis yang tidak berkesan).
Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
ü  Lelah, pusing, dan lemah
ü  Terlihat pucat, terutama pada bibir, kuku jari, dan di bawah lingkaran mata.
ü  Sesak napas
ü  Kesulitan berkonsentrasi
ü  Jantung berdebar-debar
ü  Denyut jantung cepat
Adapun beberapa cara agar ibu hamil tidak terkena Anemia pada ibu hamil,
ü  Lakukan Pemeriksaan Hitung Darah Lengkap
ü  Konsultasikan Pada Dokter
ü  Mengurangi Pola Diet
ü  Anemia tidak bisa dibiarkan begitu saja, tentunya sangat diperlukan penanganan dan pengobatan yang tepat.
B.     Saran
penulis menyarankan kepada para pembaca bahwa saya dari penulis menerima dengan lapang dada segala kritikan dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah in
Dan menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak hanya mengambil satu reperensi dari makalah ini saja dikarenakan saya dari penulis menyadari bahwa makalah ini hanya mengambil reperensi dari beberapa sumber saja.
Apabila terdapat suatu hal yang menyingung ataupun kesalahan nama, saya pribadi minta maaf sedalam dalamnya, karnah tidak ada manusia yang sempurnah di dunia ini kecuali Tuhan Yang Maha Esa.



DAFTAR PUSTAKA

Bobak dkk. 2005. Buku Ajar Keperawtan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
Prawirahardjo,Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Saifudin,A.B.2002. Buku Acuan Pelyanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:YBP-SP.
Doenges, M.E ( 2001). Rencana Perawatan Maternal/ Bayi Pedoman Untuk Perencanaan & Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC
Manjoer,Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI:Media Aekulatius
Winkyosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:YBP-SP