var no = 8; var speed = 15; var snowflake = "https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBFT4OlrD__Q32buURVPGOhEY6QbI2Y_khGyLDMV3LgbH8oFsuh88i0d6j9Bo3qKoKDT76CpsR0VlAYI5v3BB7rqkHpPX4DFW2h525v-9uaxlrRh-RdEh8nCUYHV5xaH1p800FwF_0eeE/s200/Hawk_Animation.gif";

Kamis, 10 Mei 2012

Child Abuse

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan oleh pemberitaan media cetak serta elektronik tentang kasus-kasus kekerasan pada anak, dan beberapa di antaranya harus mengembuskan napasnya yang terakhir. Menurut data pelanggaran hak anak yang dikumpulkan Komisi Nasional Perlindungan Anak dari data induk lembaga perlindungan anak yang ada di 30 provinsi di Indonesia dan layanan pengaduan lembaga tersebut, pada tahun 2006 jumlah kasus pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 13.447.921 kasus dan pada 2007 jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus.
Di samping itu Komnas Anak juga melaporkan bahwa selama periode Januari-Juni 2008 sebanyak 12.726 anak menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekat mereka seperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru, paman, kakek dan tetangga. Data statistik tersebut, ditambah dengan data-data tentang jumlah kasus penculikan anak, kasus perdagangan anak, anak yang terpapar asap rokok, anak yang menjadi korban peredaran narkoba, anak yang tidak dapat mengakses sarana pendidikan, anak yang belum tersentuh layanan kesehatan dan anak yang tidak punya akta kelahiran, memperjelas gambaran muram tentang pemenuhan hak-hak anak Indonesia.
Sedangkan kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung adalah 5,85% atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98%), ayah tiri (2 kasus atau 0,98%).
Bahkan berdasarkan riset dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, perempuan ternyata lebih banyak melakukan kekerasan terhadap anak dengan prosentase sebesar 60 persen dibanding laki-laki. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi kelangsungan generasi penerus bangsa, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi kekerasan terhadap anak terutama di dalam keluarga.
B.     Rumusan Masalah
            Agar Pembahasan dari makalah ini tidak melebar dan pembahasannya tetap berkonsentrasi pada satu bahan judul maka kami dari pemakalah perlu menetapkan rumusan masalah Yang akan di bahas :
1.      Pengertian Child Abuse
2.      Factor-faktor terjadinya Child Abuse
3.      Ciri-ciri anak yang mengalami Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
4.      Upaya Untuk Mengurangi Child Abuse di Indonesia
C.     Tujuan Penulisan
Pembaca mampuh memahami:
1.      Pengertian Child Abuse
2.      Factor-faktor terjadinya Child Abuse
3.      Ciri-ciri anak yang mengalami Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
4.      Upaya Untuk Mengurangi Child Abuse di Indonesia
D.    Manfaat  Penulisan
Pembaca  di harapkan :
1.      Memahami Child Abuse
2.      Memahami  Factor-faktor terjadinya Child Abuse
3.      Memahami Ciri-ciri anak yang mengalami Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
5.      Mengetahui Upaya Untuk Mengurangi Child Abuse di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Child Abuse
WHO (2003) Mendefinisikan child abuse sebagai semua bentuk perlakuan masyarakat secara fisik atau emosional , penyalagunaan seksual, pelalaian, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata maupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
Kekerasan, sebagai salah satu bentuk agresi, memiliki definisi yang beragam. Meski tampaknya setiap orang sering mendengar dan memahaminya. Salah satu definisi yang paling sederhana adalah segala tindakan yang cenderung menyakiti orang lain, berbentuk agresi fisik, agresi verbal, kemarahan atau permusuhan ( Abu Huraerah:2006). Masing-masing bentuk kekerasan memiliki faktor pemicu dan konsekuensi yang berbedabeda. Penderaan anak atau penganiayaan anak atau kekerasan pada anak atau perlakuan salah terhadap anak merupakan terjemahan bebas dari child abuse, yaitu perbuatan semena-mena orang yang seharusnya menjadi pelindung (guard) pada seorang anak (individu berusia kurang dari 18 tahun) secara fisik, seksual, dan emosional.
 Pengertian kekerasan Menurut UU perlindungan anak no 23 tahun 2003 dalam Pasal 3 UU PA adalah meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.
UNICEF mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak adalah “Semua bentuk perlakuan salah secara fisik dan/atau emosional, penganiayaan seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara komersial atau lainnya yang mengakibatkan gangguan nyata ataupun potensial terhadap perkembangan, kesehatan, dan kelangsungan hidup anak ataupun terhadap martabatnya dalam konteks hubungan yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan” Terdapat banyak teori berkaitan dengan kekerasan pada anak, di antaranya teori yang berkaitan dengan stres di dalam keluarga (family stress). Stres dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orangtua, atau situasional. Stres berasal dari anak (child produced stress) misalnya anak dengan fisik, mental, atau perilaku beda; anak usia balita, serta anak dengan penyakit menahun. Stres berasal dari orang tua (parental produced stress) misalnya orangtua dengan gangguan jiwa, orang tua korban kekerasan pada masa lalu, orang tua terlampau perfek dengan harapan pada anak terlampau tinggi, dan orangtua dengan disiplin tinggi.
B.     Faktor penyebab terjadinya Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak antara lain :
1.      Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung kepada orang dewasa.
2.      Kemiskinan keluarga, banyak anak.
3.      Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang, atau keluarga tanpa ayah.
4.      Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar nikah.
5.      Penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua.
6.      Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang dulu sering ditelantarkan atau mendapat perlakukan kekerasan sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama, serta
7.      Kondisi lingkungan sosial yang buruk, keterbelakangan.
C.     Ciri-ciri anak yang mengalami Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
Anak yang menderita kekerasan fisik, pada saat yang bersamaan juga menderita kekerasan emosional. Sementara yang menderita kekerasan seksual juga mengalami penelantaran.
Secara umum ciri-ciri anak yang mengalami kekerasan adalah sebagai berikut :
1.      Menunjukkan perubahan pada tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah.
2.      Tidak memperoleh bantuan untuk masalah fisik dan masalah kesehatan yang seharusnya menjadi perhatian orang tua.
3.      Memiliki gangguan belajar atau sulit berkonsentrasi, yang bukan merupakan akibat dari masalah fisik atau psikologis tertentu.
4.      Selalu curiga dan siaga, seolah-olah bersiap-siap untuk terjadinya hal yang buruk.
5.      Kurangnya pengarahan orang dewasa.
6.      Selalu mengeluh, pasif atau menghindar.
7.      Datang ke sekolah atau tempat aktivitas selalu lebih awal dan pulang terakhir, bahkan sering tak mau pulang ke rumah.
Sedangkan ciri-ciri umum orang tua yang melakukan kekerasan pada anak adalah :
1.      Tak ada perhatian pada anak.
2.      Menyangkal adanya masalah pada anak baik di rumah maupun sekolah, dan menyalahkan anak untuk semua masalahnya.
3.      Meminta guru untuk memberikan hukuman berat dan menerapkan disiplin pada anak.
4.      Menganggap anak sebagai anak yang bandel, tak berharga, dan susah diatur.
5.      Menuntut tingkat kemampuan fisik dan akademik yang tak terjangkau oleh anak.
6.      Hanya memperlakukan anak sebagai pemenuhan kepuasan akan kebutuhan emosional untuk mendapatkan perhatian dan perawatan.
Ciri-ciri umum orang tua dan anak yang menjadi pelaku dan korban tindak kekerasan adalah:
1.      Jarang bersentuhan fisik dan bertatap mata.
2.      Hubungan diantara keduanya sangat negatif.
3.      Pernyataan bahwa keduanya tak suka/membenci satu sama lain.
Ciri-ciri tersebut penting diketahui agar keluarga, kerabat, tetangga, anggota masyarakat lainnya mudah untuk mengenali secara dini permasalahan yang berkaitan tindak kekerasan baik sebagai korban atau pelaku tindak kekerasan.
Ciri kekerasan terhadap anak secara khusus berdasarkan penjelasan sebelumnya terbagi menjadi empat tipe, yaitu :
Tanda Kekerasan Fisik
Tanda Penelantaran
Tanda Kekerasan Seksual
Tanda Kekerasan
Emosional
Pada Anak :
- Bila anak mengalami tandatanda
lebih dari satu, berikan
perhatian lebih teliti.
- Mengalami luka bakar,
gigitan, lebam, patah tulang,
mata bengkak menghitam
tanpa sebab.
- Memiliki bekas lebam, atau
bekas luka lain yang masih
terlihat setelah absen sekolah.
- Kelihatan sangat takut
kepada orang tuanya, dan
menangis atau berteriak saat
waktu untuk pulang.
- Ketakutan saat
didatangi/didekati orang
dewasa.
- Ada laporan terluka karena
kecelakaan oleh orang tua
atau orang yang mengasuhnya
Pada anak :
- Sering absen sekolah.
- Tak terpenuhi kebutuhan
medis, perawatan gigi
maupun perawatan
matanya.
- Meminta-minta/mencuri
uang dan makanan.
- Sering dalam keadaan
kotor dan berbau.
- Tak berpakaian yang
sewajarnya/secukupnya
sesuai musim.
- Mengonsumsi alkohol
dan menggunakan obat
terlarang. Menyatakan
bahwa tak ada
seorangpun di rumah
yang
merawatnya.
Pada Anak :
- Kesulitan saat duduk dan
berjalan.
- Tiba-tiba menolak untuk
ganti baju di gym dan
kegiatan lainnya.
- Mengompol dan bermimpi
buruk.
- Perubahan selera
makan/kehilangan selera
makan.
-Menunjukkan pengetahuan
dan tingkah laku yang
berbau seksual yang tak
sewajarnya dan tak sesuai
dengan
usianya.
- Menjadi hamil, atau
mengidap penyakit seksual
terutama di bawah usia 14
tahun.
- Lari dari rumah.
- Melaporkan kekerasan
seksual dari salah satu
orang tua atau pengasuh
orang dewasa.
Pada Anak :
- Menunjukkan tingkah
laku yang ekstrim, terlalu
menuntut, terlalu mencela,
terlalu pasif atau terlalu
agresif.
- Terlalu bersikap dewasa
(mengasuh anak lain)
atau terlalu kekanakan
(membenturkan kepala ke
tembok, dsb)
-Terlambat perkembangan
fisik dan emosionalnya.
- Mencoba bunuh diri.
- Kurangnya kedekatan
dengan orang tua.
Pada Orang Tua dan
Pengasuh (sebagai pelaku) :
- Tak dapat menjelaskan,
memberikan penjelasan yang
tak masuk akal atau
penjelasan yang berganti-ganti
terhadap
luka yang diderita anak.
- Menggambarkan anak
sebagai sulit diatur atau
gambaran lain yang sangat
negatif.
- Menggunakan kekerasan
dalam menerapkan disiplin
kepada anak.
- Mempunyai sejarah sebagai
korban kekerasan di masa
kecilnya
Pengasuh (sebagai
pelaku) :
- Orang tua tak acuh pada
anak. Menunjukkan sikap
apatis dan depresi.
- Tingkah laku tak rasional
dan berlebihan.
- Penyalahgunaan alkohol
dan obat terlarang
Pada Orang Tua dan
Pengasuh (sebagai pelaku) :
-Over protektif terhadap
anak, atau membatasi
kontak anak dengan anak
lain yang berlainan jenis
kelamin.
- Sembunyi-sembunyi dan
mengasingkan diri.
- Iri hati dan menguasai
anggota keluarga yang lain.
Pada Orang Tua dan
Pengasuh (sebagai
pelaku) :
- Selalu menyalahkan,
mencemooh, atau
memarahi anak.
- Tak memperhatikan
anak dan tak mau
membantu anak
mengatasi persoalannya.
- Menolak anak secara
terang-terangan.

D.    Upaya Untuk Mengurangi Child Abuse di Indonesia
Upaya perlindungan yang dapat dilakukan berkaitan dengan kekerasan pada anak ini dapat dilakukan dengan pendekatan kesehatan pada masyarakat (public health), yaitu melalui usaha promotif, preventif, diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif. Dua usaha yang pertama ditujukan bagi anak yang belum menjadi korban (non-victim) melalui kegiatan pendidikan masyarakat dengan tujuan utama menyadarkan masyarakat (public awarness) bahwa kekerasan pada anak merupakan penyakit masyarakat yang akan menghambat tumbuh kembang anak yang optimal, oleh karenanya harus dihapuskan.
Upaya untuk mereduksi meningkatnya jumlah kekerasan terhadap anak di Indonesia dapat dilakukan oleh orang tua, guru sebagai pendidik, masyarakat dan pemerintah.
1.      Orang Tua
Para orang tua seharusnya lebih memperhatikan kehidupan anaknya. Orang tua dituntut kecakapannya dalam mendidik dan menyayangi anak-anaknya. Jangan membiarkan anak hidup dalam kekangan, mental maupun fisik. Sikap memarahi anak habis-habisan, apalagi tindakan kekerasan (pemukulan dan penyiksaan fisik) tidaklah arif, karena hal itu hanya akan menyebabkan anak merasa tidak diperhatikan, tidak disayangi. Akhirnya anak merasa trauma, bahkan putus asa. Penting disadari orang tua bahwa anak dilahirkan ke dunia ini dilekati dengan berbagai hak yang layak didapatkannya. Seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan pengasuhan yang baik, kasih sayang, dan perhatian. Anak pun memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik di keluarga maupun di sekolah, juga nafkah (berupa pangan, sandang dan papan). Bagaimanapun keadaannya, tidak wajib seorang anak menafkahi dirinya sendiri, sehingga ia harus kehilangan banyak hak-haknya sebagai anak karena harus membanting tulang untuk menghidupi diri (atau bahkan keluarganya). Dalam kasus child abuse, siklus kekerasan dapat berkembang dalam keluarga. Individu yang mengalami kekerasan dari orang tuanya dulu, memiliki kecenderungan signifikan untuk melakukan hal yang sama pada anak mereka nanti. Tingkah laku agresi dipelajari melalui pengamatan dan imitasi, yang secara perlahan terintegrasi dalam sistem kepribadian orang tua. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk menyadari sepenuhnya bahwa perilaku mereka merupakan model rujukan bagi anak-anaknya, sehingga mereka mampu menghindari perilaku yang kurang baik.
2.      Guru
Peran seorang guru dituntut untuk menyadari bahwa pendidikan di Negara kita bukan saja untuk membuat anak pandai dan pintar, tetapi harus juga dapat melatih mental anak didiknya. Peran guru dalam memahami kondisi siswa sangat diperlukan. Sikap arif, bijaksana, dan toleransi sangat diperlukan. Idealnya seorang guru mengenal betul pribadi peserta didik, termasuk status sosial orang tua murid sehingga ia dapat bertindak dan bersikap bijak.
3.      Masyarakat
Anak-anak kita ini selain bersentuhan dengan orang tua dan guru, mereka pun tidak bisa lepas dari berbagai persinggungan dengan lingkungan masyaraka dimana dia berada. Untuk itu diperlukan kesadaran dan kerjasama dari berbagai elemen di masyarakat untuk turut memberikan nuansa pendidikan positif bagi anak-anak kita ini. Salah satu elemen tersebut adalah pihak pengelola stasiun TV. Banyak riset menyimpulkan bahwa pengaruh media (terutama TV) terhadap perilaku anak (sebagai salah satu penikmat acara TV) cukup besar. Berbagai tayangan kriminal di berbagai satsiun TV, tanpa kita sadari telah menampilkan potret-potret kekerasan yang tentu akan berpengaruh pada pembentuk mental dan pribadi anak. Penyelenggara siaran TV bertanggungjawab untuk mendesain acaranya dengan acara yang banyak mengandung unsur edukasi yang positif.
4.      Pemerintah
Pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap kemashlahatan rakyatnya, termasuk dalam hal ini adalah menjamin masa depan bagi anak-anak kita sebagai generasi penerus.

BAB III
PENUTUP

Upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak jelas menjadi kewajiban pemerintah, yang didukung oleh keluarga dan masyarakat. Masyarakat Indonesia modern ternyata belum sadar bahwa anak memiliki hak penuh untuk diperlakukan secara manusiawi.
Anak harus mendapatkan jaminan keberlangsungan hidup dan perkembangannya di bawah naungan ketetapan hukum yang pasti, yang harus dijalankan semua pihak, baik keluarga masyarakat maupun pemerintah (negara).
Sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta jauh dari berbagai tindak kekerasan. Kita menyadari bahwa kekerasan telah meremukkan kekayaan imajinasi, keriangan hati, kreatifitas, bahkan masa depan anak-anak kita.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta :Penerbit Nuansa.

Emmy Soekresno S. Pd.(2007). Mengenali Dan Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Putrika P.R. Gharini. ( 2004) . ‘Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan        Tinjauan Agama . Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, 13-19 September 2004

UU PA No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak

http://www.kpai.go . Didwonload September 2007.

http://www.setneg.go.id . Pemerintah Akan Mulai Gerakan Nasional Penghentian
Kekerasan Terhadap Anak. Di download, 21 Juli 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Jika lautan menjadi tinta dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat ilmu-nya, maka tidaklah cukup meskipun ditambah dengan tujuh kali banyaknya. (salam Anak Bulukumba)"