BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan oleh
pemberitaan media cetak serta elektronik tentang kasus-kasus kekerasan pada
anak, dan beberapa di antaranya harus mengembuskan napasnya yang terakhir.
Menurut data pelanggaran hak anak yang dikumpulkan Komisi Nasional Perlindungan
Anak dari data induk lembaga perlindungan anak yang ada di 30 provinsi di
Indonesia dan layanan pengaduan lembaga tersebut, pada tahun 2006 jumlah kasus
pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 13.447.921 kasus dan pada 2007
jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus.
Di samping itu Komnas Anak juga melaporkan bahwa
selama periode Januari-Juni 2008 sebanyak 12.726 anak menjadi korban kekerasan
seksual dari orang terdekat mereka seperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru,
paman, kakek dan tetangga. Data statistik tersebut, ditambah dengan data-data
tentang jumlah kasus penculikan anak, kasus perdagangan anak, anak yang
terpapar asap rokok, anak yang menjadi korban peredaran narkoba, anak yang
tidak dapat mengakses sarana pendidikan, anak yang belum tersentuh layanan
kesehatan dan anak yang tidak punya akta kelahiran, memperjelas gambaran muram
tentang pemenuhan hak-hak anak Indonesia.
Sedangkan kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung
adalah 5,85% atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98%), ayah tiri
(2 kasus atau 0,98%).
Bahkan berdasarkan riset dari Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, perempuan ternyata
lebih banyak melakukan kekerasan terhadap anak dengan prosentase sebesar 60
persen dibanding laki-laki. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan tersendiri
bagi kelangsungan generasi penerus bangsa, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya
untuk mengurangi kekerasan terhadap anak terutama di dalam keluarga.
B. Rumusan
Masalah
Agar
Pembahasan dari makalah ini tidak melebar dan pembahasannya tetap berkonsentrasi
pada satu bahan judul maka kami dari pemakalah perlu menetapkan rumusan masalah
Yang akan di bahas :
1. Pengertian Child Abuse
2. Factor-faktor terjadinya Child Abuse
3. Ciri-ciri
anak yang mengalami Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
4. Upaya
Untuk Mengurangi Child Abuse di Indonesia
C.
Tujuan Penulisan
Pembaca
mampuh memahami:
1.
Pengertian
Child Abuse
2.
Factor-faktor
terjadinya Child Abuse
3.
Ciri-ciri anak yang mengalami Child
Abuse (kekerasan terhadap anak)
4.
Upaya Untuk Mengurangi Child Abuse di
Indonesia
D.
Manfaat
Penulisan
Pembaca di harapkan :
1. Memahami Child Abuse
2. Memahami Factor-faktor terjadinya Child Abuse
3.
Memahami Ciri-ciri anak yang mengalami
Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
5.
Mengetahui
Upaya
Untuk Mengurangi Child Abuse di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Child Abuse
WHO (2003) Mendefinisikan child abuse sebagai semua bentuk perlakuan
masyarakat secara fisik atau emosional , penyalagunaan seksual, pelalaian,
eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera atau
kerugian nyata maupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup
anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks
hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
Kekerasan, sebagai salah satu bentuk agresi,
memiliki definisi yang beragam. Meski tampaknya setiap orang sering mendengar
dan memahaminya. Salah satu definisi yang paling sederhana adalah segala
tindakan yang cenderung menyakiti orang lain, berbentuk agresi fisik, agresi
verbal, kemarahan atau permusuhan ( Abu Huraerah:2006). Masing-masing bentuk
kekerasan memiliki faktor pemicu dan konsekuensi yang berbedabeda. Penderaan
anak atau penganiayaan anak atau kekerasan pada anak atau perlakuan salah
terhadap anak merupakan terjemahan bebas dari child abuse, yaitu perbuatan semena-mena orang yang seharusnya
menjadi pelindung (guard) pada
seorang anak (individu berusia kurang dari 18 tahun) secara fisik, seksual, dan
emosional.
Pengertian
kekerasan Menurut UU perlindungan anak no 23 tahun 2003 dalam Pasal 3 UU PA
adalah meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.
UNICEF mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak
adalah “Semua bentuk perlakuan salah secara fisik dan/atau emosional,
penganiayaan seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara komersial atau
lainnya yang mengakibatkan gangguan nyata ataupun potensial terhadap
perkembangan, kesehatan, dan kelangsungan hidup anak ataupun terhadap
martabatnya dalam konteks hubungan yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau
kekuasaan” Terdapat banyak teori berkaitan dengan kekerasan pada anak, di
antaranya teori yang berkaitan dengan stres di dalam keluarga (family stress). Stres dalam keluarga
tersebut bisa berasal dari anak, orangtua, atau situasional. Stres berasal dari
anak (child produced stress) misalnya anak dengan
fisik, mental, atau perilaku beda; anak usia balita, serta anak dengan penyakit
menahun. Stres berasal dari orang tua (parental
produced stress)
misalnya orangtua dengan gangguan jiwa, orang tua korban kekerasan pada masa
lalu, orang tua terlampau perfek dengan harapan pada anak terlampau tinggi, dan
orangtua dengan disiplin tinggi.
B. Faktor
penyebab terjadinya Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
Faktor penyebab terjadinya kekerasan
terhadap anak antara lain :
1. Anak
mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme,
terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya,
dan terlalu bergantung kepada orang dewasa.
2. Kemiskinan
keluarga, banyak anak.
3. Keluarga
pecah (broken home) akibat
perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang, atau keluarga tanpa ayah.
4. Keluarga
yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan
orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar
nikah.
5. Penyakit
gangguan mental pada salah satu orang tua.
6. Pengulangan
sejarah kekerasan: orang tua yang dulu sering ditelantarkan atau mendapat
perlakukan kekerasan sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama,
serta
7. Kondisi
lingkungan sosial yang buruk, keterbelakangan.
C. Ciri-ciri
anak yang mengalami Child Abuse (kekerasan terhadap anak)
Anak yang menderita kekerasan fisik, pada saat yang bersamaan
juga menderita kekerasan emosional. Sementara yang menderita kekerasan seksual
juga mengalami penelantaran.
Secara
umum ciri-ciri anak yang mengalami kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Menunjukkan
perubahan pada tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah.
2. Tidak
memperoleh bantuan untuk masalah fisik dan masalah kesehatan yang seharusnya
menjadi perhatian orang tua.
3. Memiliki
gangguan belajar atau sulit berkonsentrasi, yang bukan merupakan akibat dari
masalah fisik atau psikologis tertentu.
4. Selalu
curiga dan siaga, seolah-olah bersiap-siap untuk terjadinya hal yang buruk.
5. Kurangnya
pengarahan orang dewasa.
6. Selalu
mengeluh, pasif atau menghindar.
7. Datang
ke sekolah atau tempat aktivitas selalu lebih awal dan pulang terakhir, bahkan sering
tak mau pulang ke rumah.
Sedangkan
ciri-ciri umum orang tua yang melakukan kekerasan pada anak adalah :
1. Tak
ada perhatian pada anak.
2. Menyangkal
adanya masalah pada anak baik di rumah maupun sekolah, dan menyalahkan anak
untuk semua masalahnya.
3. Meminta
guru untuk memberikan hukuman berat dan menerapkan disiplin pada anak.
4. Menganggap
anak sebagai anak yang bandel, tak berharga, dan susah diatur.
5. Menuntut
tingkat kemampuan fisik dan akademik yang tak terjangkau oleh anak.
6. Hanya
memperlakukan anak sebagai pemenuhan kepuasan akan kebutuhan emosional untuk
mendapatkan perhatian dan perawatan.
Ciri-ciri
umum orang tua dan anak yang menjadi pelaku dan korban tindak kekerasan adalah:
1. Jarang
bersentuhan fisik dan bertatap mata.
2. Hubungan
diantara keduanya sangat negatif.
3. Pernyataan
bahwa keduanya tak suka/membenci satu sama lain.
Ciri-ciri tersebut penting diketahui agar keluarga,
kerabat, tetangga, anggota masyarakat lainnya mudah untuk mengenali secara dini
permasalahan yang berkaitan tindak kekerasan baik sebagai korban atau pelaku
tindak kekerasan.
Ciri kekerasan terhadap anak secara khusus
berdasarkan penjelasan sebelumnya terbagi menjadi empat tipe, yaitu :
Tanda
Kekerasan Fisik
|
Tanda
Penelantaran
|
Tanda
Kekerasan Seksual
|
Tanda
Kekerasan
Emosional
|
Pada Anak :
- Bila anak
mengalami tandatanda
lebih dari
satu, berikan
perhatian
lebih teliti.
- Mengalami
luka bakar,
gigitan,
lebam, patah tulang,
mata bengkak
menghitam
tanpa sebab.
- Memiliki bekas
lebam, atau
bekas luka
lain yang masih
terlihat
setelah absen sekolah.
- Kelihatan
sangat takut
kepada orang
tuanya, dan
menangis atau
berteriak saat
waktu untuk
pulang.
- Ketakutan
saat
didatangi/didekati
orang
dewasa.
- Ada laporan
terluka karena
kecelakaan
oleh orang tua
atau orang
yang mengasuhnya
|
Pada anak :
- Sering absen
sekolah.
- Tak
terpenuhi kebutuhan
medis,
perawatan gigi
maupun
perawatan
matanya.
-
Meminta-minta/mencuri
uang dan
makanan.
- Sering dalam
keadaan
kotor dan
berbau.
- Tak berpakaian
yang
sewajarnya/secukupnya
sesuai musim.
- Mengonsumsi
alkohol
dan
menggunakan obat
terlarang.
Menyatakan
bahwa tak ada
seorangpun di
rumah
yang
merawatnya.
|
Pada Anak :
- Kesulitan
saat duduk dan
berjalan.
- Tiba-tiba
menolak untuk
ganti baju di gym
dan
kegiatan
lainnya.
- Mengompol
dan bermimpi
buruk.
- Perubahan
selera
makan/kehilangan
selera
makan.
-Menunjukkan
pengetahuan
dan tingkah
laku yang
berbau seksual
yang tak
sewajarnya dan
tak sesuai
dengan
usianya.
- Menjadi
hamil, atau
mengidap penyakit
seksual
terutama di
bawah usia 14
tahun.
- Lari dari
rumah.
- Melaporkan
kekerasan
seksual dari
salah satu
orang tua atau
pengasuh
orang dewasa.
|
Pada Anak :
- Menunjukkan
tingkah
laku yang
ekstrim, terlalu
menuntut,
terlalu mencela,
terlalu pasif
atau terlalu
agresif.
- Terlalu
bersikap dewasa
(mengasuh anak
lain)
atau terlalu
kekanakan
(membenturkan
kepala ke
tembok, dsb)
-Terlambat
perkembangan
fisik dan
emosionalnya.
- Mencoba
bunuh diri.
- Kurangnya
kedekatan
dengan orang
tua.
|
Pada Orang Tua
dan
Pengasuh
(sebagai pelaku) :
- Tak dapat
menjelaskan,
memberikan
penjelasan yang
tak masuk akal
atau
penjelasan
yang berganti-ganti
terhadap
luka yang
diderita anak.
-
Menggambarkan anak
sebagai sulit
diatur atau
gambaran lain
yang sangat
negatif.
- Menggunakan
kekerasan
dalam
menerapkan disiplin
kepada anak.
- Mempunyai
sejarah sebagai
korban
kekerasan di masa
kecilnya
|
Pengasuh
(sebagai
pelaku) :
- Orang tua
tak acuh pada
anak.
Menunjukkan sikap
apatis dan
depresi.
- Tingkah laku
tak rasional
dan berlebihan.
-
Penyalahgunaan alkohol
dan
obat terlarang
|
Pada Orang Tua
dan
Pengasuh
(sebagai pelaku) :
-Over
protektif terhadap
anak, atau
membatasi
kontak anak
dengan anak
lain yang
berlainan jenis
kelamin.
-
Sembunyi-sembunyi dan
mengasingkan
diri.
- Iri hati dan
menguasai
anggota
keluarga yang lain.
|
Pada Orang Tua
dan
Pengasuh
(sebagai
pelaku) :
- Selalu
menyalahkan,
mencemooh,
atau
memarahi anak.
- Tak
memperhatikan
anak dan tak
mau
membantu anak
mengatasi
persoalannya.
- Menolak anak
secara
terang-terangan.
|
D. Upaya
Untuk Mengurangi Child Abuse di Indonesia
Upaya perlindungan yang dapat dilakukan berkaitan
dengan kekerasan pada anak ini dapat dilakukan dengan pendekatan kesehatan pada
masyarakat (public health),
yaitu melalui usaha promotif, preventif, diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif.
Dua usaha yang pertama ditujukan bagi anak yang belum menjadi korban (non-victim) melalui kegiatan
pendidikan masyarakat dengan tujuan utama menyadarkan masyarakat (public awarness) bahwa kekerasan pada
anak merupakan penyakit masyarakat yang akan menghambat tumbuh kembang anak
yang optimal, oleh karenanya harus dihapuskan.
Upaya untuk mereduksi meningkatnya jumlah kekerasan
terhadap anak di Indonesia dapat dilakukan oleh orang tua, guru sebagai
pendidik, masyarakat dan pemerintah.
1. Orang
Tua
Para orang tua seharusnya lebih
memperhatikan kehidupan anaknya. Orang tua dituntut kecakapannya dalam mendidik
dan menyayangi anak-anaknya. Jangan membiarkan anak hidup dalam kekangan,
mental maupun fisik. Sikap memarahi anak habis-habisan, apalagi tindakan
kekerasan (pemukulan dan penyiksaan fisik) tidaklah arif, karena hal itu hanya
akan menyebabkan anak merasa tidak diperhatikan, tidak disayangi. Akhirnya anak
merasa trauma, bahkan putus asa. Penting disadari orang tua bahwa anak
dilahirkan ke dunia ini dilekati dengan berbagai hak yang layak didapatkannya.
Seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan pengasuhan yang baik, kasih sayang,
dan perhatian. Anak pun memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik di
keluarga maupun di sekolah, juga nafkah (berupa pangan, sandang dan papan).
Bagaimanapun keadaannya, tidak wajib seorang anak menafkahi dirinya sendiri,
sehingga ia harus kehilangan banyak hak-haknya sebagai anak karena harus
membanting tulang untuk menghidupi diri (atau bahkan keluarganya). Dalam kasus child abuse, siklus kekerasan dapat
berkembang dalam keluarga. Individu yang mengalami kekerasan dari orang tuanya
dulu, memiliki kecenderungan signifikan untuk melakukan hal yang sama pada anak
mereka nanti. Tingkah laku agresi dipelajari melalui pengamatan dan imitasi,
yang secara perlahan terintegrasi dalam sistem kepribadian orang tua. Oleh
karena itu penting bagi orang tua untuk menyadari sepenuhnya bahwa perilaku
mereka merupakan model rujukan bagi anak-anaknya, sehingga mereka mampu menghindari
perilaku yang kurang baik.
2. Guru
Peran seorang guru dituntut untuk
menyadari bahwa pendidikan di Negara kita bukan saja untuk membuat anak pandai
dan pintar, tetapi harus juga dapat melatih mental anak didiknya. Peran guru
dalam memahami kondisi siswa sangat diperlukan. Sikap arif, bijaksana, dan
toleransi sangat diperlukan. Idealnya seorang guru mengenal betul pribadi
peserta didik, termasuk status sosial orang tua murid sehingga ia dapat bertindak
dan bersikap bijak.
3. Masyarakat
Anak-anak kita ini selain bersentuhan
dengan orang tua dan guru, mereka pun tidak bisa lepas dari berbagai persinggungan
dengan lingkungan masyaraka dimana dia berada. Untuk itu diperlukan kesadaran
dan kerjasama dari berbagai elemen di masyarakat untuk turut memberikan nuansa
pendidikan positif bagi anak-anak kita ini. Salah satu elemen tersebut adalah
pihak pengelola stasiun TV. Banyak riset menyimpulkan bahwa pengaruh media
(terutama TV) terhadap perilaku anak (sebagai salah satu penikmat acara TV)
cukup besar. Berbagai tayangan kriminal di berbagai satsiun TV, tanpa kita
sadari telah menampilkan potret-potret kekerasan yang tentu akan berpengaruh
pada pembentuk mental dan pribadi anak. Penyelenggara siaran TV bertanggungjawab
untuk mendesain acaranya dengan acara yang banyak mengandung unsur edukasi yang
positif.
4. Pemerintah
Pemerintah adalah pihak yang bertanggung
jawab penuh terhadap kemashlahatan rakyatnya, termasuk dalam hal ini adalah
menjamin masa depan bagi anak-anak kita sebagai generasi penerus.
BAB III
PENUTUP
Upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak jelas
menjadi kewajiban pemerintah, yang didukung oleh keluarga dan masyarakat.
Masyarakat Indonesia modern ternyata belum sadar bahwa anak memiliki hak penuh
untuk diperlakukan secara manusiawi.
Anak harus mendapatkan jaminan keberlangsungan hidup
dan perkembangannya di bawah naungan ketetapan hukum yang pasti, yang harus
dijalankan semua pihak, baik keluarga masyarakat maupun pemerintah (negara).
Sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik
serta jauh dari berbagai tindak kekerasan. Kita menyadari bahwa kekerasan telah
meremukkan kekayaan imajinasi, keriangan hati, kreatifitas, bahkan masa depan
anak-anak kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Huraerah.
(2006). Kekerasan Terhadap Anak.
Jakarta :Penerbit Nuansa.
Emmy Soekresno
S. Pd.(2007). Mengenali Dan Mencegah
Terjadinya Tindak Kekerasan
Terhadap Anak. Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Putrika P.R.
Gharini. ( 2004) . ‘Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan
Tinjauan Agama .
Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, 13-19 September 2004
UU PA No. 23
Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
http://www.kpai.go
. Didwonload September 2007.
http://www.setneg.go.id
. Pemerintah Akan Mulai Gerakan
Nasional Penghentian
Kekerasan Terhadap Anak.
Di download, 21 Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"Jika lautan menjadi tinta dan pepohonan menjadi kalam untuk mencatat ilmu-nya, maka tidaklah cukup meskipun ditambah dengan tujuh kali banyaknya. (salam Anak Bulukumba)"